bisnis

Senin, 05 Desember 2011

Trend Baru, Banyak Siswa Mengusili Gurunya

 
Di kawasan belahan dunia, kini tengah muncul trend baru 'keusilan' anak-anak yang mengerjai gurunya, mengabadikan menggunakan ponsel mereka lalu diunduh ke jejaring sosial.
Norton Online Family Report 2011 memberikan istilah cyberbaiting. Satu dari lima guru secara pribadi pernah mengalami atau mengetahui guru lain yang pernah mengalami fenomena ini.
Awalnya, siswa melukai atau mengumpan guru hingga tertekan dan marah, lalu merekam dengan perangkat mobile mereka sehingga mereka dapat memposting rekaman itu secara online, mempermalukan guru dan sekolahan.
Diduga cyberbaiting, 67 persen guru mengatakan menjadi teman dengan siswa mereka di jejaring sosial menghadapkan mereka pada resiko tersebut. Namun, 34 persen terus menjadi "teman" dengan siswa mereka.
Meski demikian, hanya 51 persen mengatakan sekolah mereka memiliki kode etik mengenai bagaimana guru dan siswa berkomunikasi satu sama lain melalui sosial media. Sebanyak 80 persen guru menganggap perlu lebih banyak edukasi keamanan saat online di sekolah, posisi tersebut didukung oleh 70 persen orang tua.
Di samping itu, sebanyak 23 persen orang tua yang mengijinkan anak mereka menggunakan kartu debit atau kredit mereka untuk berbelanja online mengatakan anak mereka menjadi boros.
Namun, 30 persen orang tua mengatakan bahwa anak-anak mereka menggunakan kartu debit atau kredit mereka untuk berbelanja online tanpa persetujuan mereka.
Lebih dari setengah orang tua (53 persen) yang membiarkan anak mereka belanja online menggunakan akun belanja online mereka melaporkan bahwa anak mereka telah menggunakannya tanpa izin.
Tapi menghemat uang bukanlah satu-satunya alasan untuk membuat aturan yang jelas mengenai belanja online dan perilaku Internet yang aman. 87 persen orangtua yang anaknya menjadi korban kejahatan cyber juga telah menjadi korban juga--sebuah peningkatan tajam dari rata-rata global sebesar 69 persen diantara orang dewasa yang online di seluruh dunia.
"Orangtua dan guru memainkan peranan penting dalam menjaga anak-anak--dan diri mereka sendiri--aman saat online, dan Norton Online Family Report tahun ini menunjukkan kebutuhan akan edukasi lebih lanjut," kata Effendy Ibrahim, Internet Safety Advocate & Director, Asia, Consumer Business, Symantec dalam surat emailnya kepada Tribun, Senin (28/11/2011).
Meskipun 63 persen orang tua mengatakan mereka berbicara kepada anak-anak mereka mengenai keamanan saat online, sepertiga (34 persen) tetap secara diam-diam mengecek penggunaan online anak mereka dan 25 persen mengecek jejaring sosial anak-anak mereka tanpa sepengetahuan anak-anak tersebut.
"Melakukan diskusi terbuka dengan anak pada lingkungan yang aman seperti rumah atau sekolah dapat lebih efektif, serta dengan mempersenjatai anak dengan alat-alat yang mereka butuhkan agar tetap aman," pungkasnya.
Survey ini dilakukan antara 6 Februari 2011 dan 14 Maret 2011. StrategyOne melakukan 19,636 survey secara online diantara 12,704 orang dewasa (termasuk 2956 orang tua yang memiliki anak usia 8-17), 4553 anak usia 8-17, dan 2379 guru yang memiliki siswa usia 8-17.
Survei dilakukan di 24 negara, 14 negara yang dilacak yakni Australia, Brasil, Kanada, Cina, Perancis, Jerman, India, Itali, Jepang, Selandia Baru, Spanyol, Swedia, Inggris, Amerika Serikat; 10 negara baru: Belgia, Denmark, Belanda, Hong Kong, Meksiko, Afrika Selatan, Singapura, Polandia, Swiss dan UAE.

Weitsss kok masih 0 komentar: